"Jangan pernah berhenti bermimpi, Anakku!"kata sang ayah kepada putranya.
"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?"tanya seorang anak kepada ayahnya.
"Sebab dimana hatimu berada, disitulah hartamu berada, Nak."jawab sang ayah.
"Tetapi Yah, hatiku selalu gelisah. Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita berkerudung. Hatiku meminta banyak hal dan membuatku gelisah tak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu!"tanya anaknya lagi.
"Kalau begitu baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya, Anakku!"jawab sang Ayah tersenyum.
Mereka terdiam sejenak. Si anak mencoba mendengarkan suara hatinya sedang si ayah menjaga senyumnya.
"Ayah, hatiku penghianat! Hatiku tak ingin aku jalan terus, Ayah!"lanjut si anak.
"Masuk akal, Nak! Wajar saja kalau hatimu takut kau kehilangan segala yang telah kau miliki dalam usaha meraih mimpimu."jawab sang Ayah.
"Kalau begitu, buat apa aku mendengarkan suara hatiku, Ayah?"tanya sang anak.
"Sebab kau takkan pernah bisa menyuruhnya diam. Kalaupun kau pura-pura menulikan kedua telingamu terhadapnya, dia akan selalu bersuara di dalam dirimu, mengulangi pikiranmu tentang kehidupan dan dunia ini, Nak!"jawab sang ayah sambil terus menerus menjaga senyumnya.
"Maksud Ayah, aku harus mendengarkan, andaipun dia berhianat?"tanyanya lagi.
"Penghianatan adalah sebuah pukulan ytak terduga-duga. Kalau kau mengenal hatimu dengan baik, dia takkan pernah menghianatimu. Sebab kau tahu pasti mimpi-mimpi dan keinginan-keinginannya, dan kau akan tahu juga cara menyikapinya."jawab sang Ayah.
Sang anak terdiam.
"Kau takkan pernah bisa lari dari hatimu. Jadi, sebaiknya dengarkanlah suaranya. Dengan begitu, kau tidak perlu takut mendapatkan pukulan yang tak disangka-sangka."lanjut sang ayah.
Semua terdiam. Suasana hening.
"Jangan pernah berhenti bermimpi, Anakku."kata sang ayah untuk yang terakhir kalinya.
"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?"tanya seorang anak kepada ayahnya.
"Sebab dimana hatimu berada, disitulah hartamu berada, Nak."jawab sang ayah.
"Tetapi Yah, hatiku selalu gelisah. Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita berkerudung. Hatiku meminta banyak hal dan membuatku gelisah tak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu!"tanya anaknya lagi.
"Kalau begitu baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya, Anakku!"jawab sang Ayah tersenyum.
Mereka terdiam sejenak. Si anak mencoba mendengarkan suara hatinya sedang si ayah menjaga senyumnya.
"Ayah, hatiku penghianat! Hatiku tak ingin aku jalan terus, Ayah!"lanjut si anak.
"Masuk akal, Nak! Wajar saja kalau hatimu takut kau kehilangan segala yang telah kau miliki dalam usaha meraih mimpimu."jawab sang Ayah.
"Kalau begitu, buat apa aku mendengarkan suara hatiku, Ayah?"tanya sang anak.
"Sebab kau takkan pernah bisa menyuruhnya diam. Kalaupun kau pura-pura menulikan kedua telingamu terhadapnya, dia akan selalu bersuara di dalam dirimu, mengulangi pikiranmu tentang kehidupan dan dunia ini, Nak!"jawab sang ayah sambil terus menerus menjaga senyumnya.
"Maksud Ayah, aku harus mendengarkan, andaipun dia berhianat?"tanyanya lagi.
"Penghianatan adalah sebuah pukulan ytak terduga-duga. Kalau kau mengenal hatimu dengan baik, dia takkan pernah menghianatimu. Sebab kau tahu pasti mimpi-mimpi dan keinginan-keinginannya, dan kau akan tahu juga cara menyikapinya."jawab sang Ayah.
Sang anak terdiam.
"Kau takkan pernah bisa lari dari hatimu. Jadi, sebaiknya dengarkanlah suaranya. Dengan begitu, kau tidak perlu takut mendapatkan pukulan yang tak disangka-sangka."lanjut sang ayah.
Semua terdiam. Suasana hening.
"Jangan pernah berhenti bermimpi, Anakku."kata sang ayah untuk yang terakhir kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar