Kamis, 23 Desember 2010
cerpen
Seberang sekolahanku
Mentari pagi memancarkan panorama keindahan dalam kehidupan yang ada diseberang kota, mentari yang selalu muncul setiap pagi dan selalu memberi kepercayaan untuk kesuksesan setiap hari.
Setiap pagi aku berjalan menelusuri trotoar kotor yang tak pernah disapu oleh petugas. Aku terus berjalan dengan segenggam semangat untuk memulai hariku dan selalu ku hiasi dengan senyuman, berjalan kaki menuju sekolah yang berada diseberang kota, jaraknya lumayan jauh dari rumahku yang ada didesa Randu tetapi tidak semuanya kulampui dengan berjalan kaki tapi juga dengan naik bis yang sudah busuk suaranya seperti meriam mlempem, karena kalau dilalui dengan berjalanan kaki mengingatkanku pada cerita ibuku karena dia dulu menuju sekolahannya harus berjalan kaki walaupun itu sangat jauh sekali dan mematahkan kakiku.
Aku berjalan tak sendiri tapi bersama temanku bernama Muhammad Faiq yang selalu setia menemani perjalananku ke sekolah walaupun rumahnya lebih jauh dari rumahku dan dia juga satu kelas dengannya. Dia sangat semangat untuk menjalani kehidupannya yang sekolahnya jauh sekali dan kami sering telat masuknya, karena bisnya biasanya ngetemnya lama sekali dipasar kota padahal sekolahanku berada diseberang kota, memang aku dan faiq harus bersabar dan lapang dada kalau harus memutari lapangan sekolahan karena itulah hukuman yang diberikan guru BP untukku dan faiq.
Namaku ahmad khoeroni tapi teman-temanku memanggilku ”ceper” karena tinggi badanku semeter kotor tapi tak apalah namanya teman yang jail dan masih kumaklumi mereka pasti saking sayangnya padaku, kubiarkan saja mereka memanggilku dengan nama “ceper” walaupun dihati aku nggak ikhlas menerimanya dan kalau keluargaku memanggilku Roni.
Mentari pagi memancarkan panorama keindahan dalam kehidupan yang ada diseberang kota, mentari yang selalu muncul setiap pagi dan selalu memberi kepercayaan untuk kesuksesan setiap hari.
Setiap pagi aku berjalan menelusuri trotoar kotor yang tak pernah disapu oleh petugas. Aku terus berjalan dengan segenggam semangat untuk memulai hariku dan selalu ku hiasi dengan senyuman, berjalan kaki menuju sekolah yang berada diseberang kota, jaraknya lumayan jauh dari rumahku yang ada didesa Randu tetapi tidak semuanya kulampui dengan berjalan kaki tapi juga dengan naik bis yang sudah busuk suaranya seperti meriam mlempem, karena kalau dilalui dengan berjalanan kaki mengingatkanku pada cerita ibuku karena dia dulu menuju sekolahannya harus berjalan kaki walaupun itu sangat jauh sekali dan mematahkan kakiku.
Aku berjalan tak sendiri tapi bersama temanku bernama Muhammad Faiq yang selalu setia menemani perjalananku ke sekolah walaupun rumahnya lebih jauh dari rumahku dan dia juga satu kelas dengannya. Dia sangat semangat untuk menjalani kehidupannya yang sekolahnya jauh sekali dan kami sering telat masuknya, karena bisnya biasanya ngetemnya lama sekali dipasar kota padahal sekolahanku berada diseberang kota, memang aku dan faiq harus bersabar dan lapang dada kalau harus memutari lapangan sekolahan karena itulah hukuman yang diberikan guru BP untukku dan faiq.
Namaku ahmad khoeroni tapi teman-temanku memanggilku ”ceper” karena tinggi badanku semeter kotor tapi tak apalah namanya teman yang jail dan masih kumaklumi mereka pasti saking sayangnya padaku, kubiarkan saja mereka memanggilku dengan nama “ceper” walaupun dihati aku nggak ikhlas menerimanya dan kalau keluargaku memanggilku Roni.
Oase
Di ujung
Keheningan selalu menyapa alam
Senyuman terhampar leluasa memandang asa
Tergopoh oleh laku kaki yang diangkat bumi
Terdiam disisi kegelapan untuk menghidupkan gigi
Udara menyeret dada masuk dalam tanah
Membara dan panas jadi satu kesatuan pasukan
Raut langit yang menghitam disinar ujung mata
Meghempas dalam duka iba
akhir riwayat oleh tawakal dalam sunyi yang redup
meneriakkan selamat jalan dan dating
memang cerita yang meredupkan untuk kedukaan
dan keheningan tampak dalam muka
berjalan terdiam menunggu
diseberang jalanan semakin membuka
dengan raut merah menghadang
terinjak-injak meradang ilalang
mendusta dan menepi jalanan
Keheningan selalu menyapa alam
Senyuman terhampar leluasa memandang asa
Tergopoh oleh laku kaki yang diangkat bumi
Terdiam disisi kegelapan untuk menghidupkan gigi
Udara menyeret dada masuk dalam tanah
Membara dan panas jadi satu kesatuan pasukan
Raut langit yang menghitam disinar ujung mata
Meghempas dalam duka iba
akhir riwayat oleh tawakal dalam sunyi yang redup
meneriakkan selamat jalan dan dating
memang cerita yang meredupkan untuk kedukaan
dan keheningan tampak dalam muka
berjalan terdiam menunggu
diseberang jalanan semakin membuka
dengan raut merah menghadang
terinjak-injak meradang ilalang
mendusta dan menepi jalanan
Oase
Kesal
Dekapan-dekapan yang terus membahana
Merintih kesal melalui awal duka putih itu
Tersenyum pahit dalam sebelah hati kanan
Menyesat tuk diam membisu kata-kata manja
Hening dan sunyi mengelabui mimpi setiap malam menjelang
Teriak…teriak….teriaklah….
Demi perpanjangan langkah abadi
Sungguh langkahmu yang terseok didekat jurang
Meleleh tumpukan cita dalam asa menganga
Dinginkan asa dalam dentingan cita
Hancurkan rasa duka terbuka
Mendalam menuju keabadian rasa
Dekapan-dekapan yang terus membahana
Merintih kesal melalui awal duka putih itu
Tersenyum pahit dalam sebelah hati kanan
Menyesat tuk diam membisu kata-kata manja
Hening dan sunyi mengelabui mimpi setiap malam menjelang
Teriak…teriak….teriaklah….
Demi perpanjangan langkah abadi
Sungguh langkahmu yang terseok didekat jurang
Meleleh tumpukan cita dalam asa menganga
Dinginkan asa dalam dentingan cita
Hancurkan rasa duka terbuka
Mendalam menuju keabadian rasa
Langganan:
Postingan (Atom)