Idealis Novel Sejarah
Menjadi seorang yang idealis, Pernyataan itu agaknya sepele, tapi sebenarnya susah di oleh siapapun. Mencita-citakan sesuatu dan bersikeras mewujudkannya ternyata tak-mudah. Seperti Sulastri dan Soedarmo dalam MANUSIA BEBAS, yang pada watu itu di Bandung pada tahun 1933-1936. pergerakan-pergerakan saat itu mencapai puncaknya.soekarno, meski baru keluar dari penjara, tak surut dengan teman-teman politiknya Karena mereka tahu, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda masih tak-kurang juga menjalankan politik penindasannya. Suasana berbau diskriminasi terserak.
Sementara itu politik kaum pribumi di ambang perpecahan antara kubu Soekarno dengan kubu Hatta-Sjahrir. Adapun pemerintah tenang saja dengan politik pembuangannya.
Sementara itu politik kaum pribumi di ambang perpecahan antara kubu Soekarno dengan kubu Hatta-Sjahrir. Adapun pemerintah tenang saja dengan politik pembuangannya.
Suwarsih mengarang Roman-nya Buiten het Gareel , diterbitkan di Negeri Belanda, 1940, tahun 1975 disponsori Kedutaan Belanda ; ia menterjemahkan buku tersebut dalam edisi Indonesia dengan judul Manusia Bebas, Penerbit Djambatan, 1975. Suwarsih Djojopuspito dilahirkan di Cibatok, Bogor, pada tangal 20 April 1912. Buiten het Gareel ditulisnya pada tahun 1939. Roman itu dengan setting tahun 30-an. Jaman pergerakan sedang menumbuhkan semangat nasionalisme pada bibit bangsa. Memang buku ini mengisahkan sepasang suami isteri, lingkungan perguruan, dan masalah-masalah yang dihadapi kaum pendidik yang idealis. Manusia Merdeka memuat Nilai pengabdian Guru, penyebaran Nilai Nasionalisme, maka ada adegan persinggungan dengan kehidupan Bung Karno bersama Ibu Inggit Garnasih memang setting roman ini ada di Bandung, Yogyakarta, dan Bogor.
Kisah-kisah di jaman penjajahan yang pada saa itu para kaum pergerakan Seperti Sudarmo dan kawan yang menjadi guru menjadi intaian-intaian PID dan Pemerintah Gubernemen. Jadi banyak bagian dalam buku ini yang membutuhkan keterlibatan emosi kita selain kecerdasan untuk menghayati masa lalu dengan keadaan situasional yang jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat masa kini. Soedarmo termasuk di antara para aktifis itu. Sebagaimana yang lain, ia pun memiliki cita-cita yang sama. Ia kenal dekat Soekarno (hal. 58). Karena kemampuannya, ia diserahkan tugas sebagai direktur sekolah Perguruan Kebangsaan. Sekolah ini dicap oleh pemerintah sebagai "sekolah liar". Sebab mereka mengadakan semacam tandingan bagi sekolah-sekolah pemerintah.