kenangan pada pendakian gunung sumbing 28-30 juni 2011
Setelah menunggu untuk waktu yang cukup lama, akhirnya Saya dan kawan - kawan Mahagendra dan Break mendaki lagi. Sumbing menantang semangat kami untuk menapaki puncaknya. Pendakian yang sekaligus menjawab perasaan 'gondok' kami tentang kegagalan mencapai puncak akhirnya berhasil kami tempuh. Terimakasih untuk Fitria Nurul, Sondang Sambodo, Bang Jaka Ahmad (Jack Cobain), Kun Andyan Anindito, Muhammad 'Moe' Syarifudin, Hanif Amrullah (Anip), dan Ali Hasan 'Jimbe' atas pendakian yang seru dan penuh 'Yooo Man...'. Tidak lupa untuk mas Deni dari Semesta Adventure, Kadus Garung (BaseCamp Sumbing), dan Shinta (Shinta Shen) atas asupan gizinya.
Hari #1 - Senin, 28 Juni 2011
Setelah packing dan menyiapkan segala sesuatu, kami berkumpul di PKM FBS untuk pemberangkatan. Rencana berangkat jam 1 siang urung terlaksana karena hingga jam 3 sore, logistik belum semua terkumpul. Akhirnya dengan 4 motor, kami meninggalkan PKM pukul 6.00 petang menuju ke Base Camp Pendakian Sumbing di Dusun Garung, Wonosobo.
Setelah 3jam berkendara, kami tiba di basecamp pukul 9 malam. Udara sejuk langsung terasa. Basecamp yang, menurut kami, istimewa untuk disebut basecamp (luas, beralas terpal, kamar mandi bersih, parkir aman, listrik cukup) karena bertempat di kediaman Kadus Garung. Perut lapar mengundang kami mencari sesuatu untuk dimakan dan akhirnya kami menikmati sate ayam sembari briefing untuk persiapan pendakian esok. Istimewa, sate ayam dan sebotol besar Sprite untuk awal pendakian. Hari ini ditutup pukul 11 malam untuk beristirahat. dmin terlelap sementara 4 kawan lain masih asik bermain kartu.
Hari #2 - Selasa, 29 Juni 2011
Admin mengawali hari ini jam 4 pagi. setelah semalam tidur dengan gangguan suara Genset dan igauan yang sukses mengusik tidur sepanjang malam, rekan2 dibangukan untuk segera packing dan Solat Subuh. Perlu diketahui bahwa kami bertemu dengan rekan2 dari Bandung (Lupa nama univnya) yang sedang melakukan Rally Sindoro - Sumbing. Saat itu udara tidak terlalu dingin.
Pendakian akan dilaksanakan melewati jalur Lama;Basecam - Boswisen - Genus - Sedlupak Roto - Pestan - Watu Kotak - Puncak Buntu . Setelah stretching dan bersoa, kami memulai pendakian jam 7 pagi melewati jalan aspal rusak menuju ke ujung Dusun Garung. Jalan segera berganti menjadi Gravel yang mengantar kami menuju persimpangan Jalur Lama dan JAlur Baru. Kami mengambil arah lurus untuk menuju jalur lama.
Daerah pertama yang kami temui adalah ladang tembakau penduduk yang tumbuh subur dengan trek jalan tanah setapak. Setelah 1 jam berjalan, kami sampai di jalan makadam yang sedang dibangun menuju Boswisen. Trek terus menanjak dan terik matahari memaksa kami berhenti beberapa kali. Setelah sekitar 1,5 km menyusuri jalan makadam yang menanjak, kami sampai di kawasan Boswisen yang merupakan batas vegetasi ladang penduduk dengan kawasan hutan Gunung Sumbing. Kami beristirahat sekitar 10 menit di kawasan Boswisen. Waktu tempuh dari Basecamp ke Boswisen adalah 2,5jam dengan kecepatan pendakian supersantai. Kami tiba di Boswisen pukul 9.30 dan segera melanjutkan perjalanan. Trek selepas Boswisen berupa jalan setapak tanah menanjak. Tidak kami jumpai bonus selama trek ini. Vegetasi di sekitar trek berupa perdu, pohon cemara, dan vegetasi gunung lain yang tumbuh menutupi jurang di kanan dan kiri yang muncul bergantian.
Hujan sempat membuat kami kerepotan karena muncul tanpa diduga setelah kabut yang sangat tebal. Kami berhenti dipinggir trek sekitar 15 menit. Hujan ini membuat pakaian dan carrier basah sehingga agak menyulitkan perjalanan. Tanjakan yang curam dan tanpa bonus membuat kami harus bekerja ekstra untuk mencapai camp pertama, tempat kami akan bermalam sebelum summit attack. Lokasi terletak 15 menit jalan kaki sebelum Pestan. Kami tiba di camp pertama pukul 14.00 dengan cuaca mendung dan berkabut. camping pertama kami merupakan sebuah pelataran tidak terlalu luas dengan vegetasi rumput dan semak serta beberapa pohon Lamtoro. Kami memasang dua tenda dome kapasitas 6 dan 4 orang diatas rumput. Dengan dilapisi flysheet dan mantel kami berusaha membuat camp kami aman dari hujan.
Ternyata harapan kami meleset, air masuk menembus parasut dome dan bagian bawah dome yang ternyata bocor. Walhasil di dome yang berkapasitas 6 orang, kami harus berusaha keras untuk mengeluarkan air yang membentuk kolam pribadi di dalam dome.
Admin memasak mi instan dan sarden untuk seluruh rekan - rekan dan malam ini kami di dome besar (Admin, Bang Jack, Sondang, Dito) terganggu oleh gigitan udara dingin, matras yang basah, air yang membasahi sarung, dan sleeping bag dan jaket yang mustahil digunakan karena basah kuyup oleh air rembesan.
Hari kedua ditutup oleh briefing singkat untuk rencana summit attack yang akan diberangkatkan pukul 4 pagi. Admin masih terus terjaga sepanjang malam untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan.
Hari #3 - 30 Juni 2011
Hari ini kami mulai pukul 3.30 dengan mengepak barang di ransel tentara milik Sondang. Perjalanan dari Camp 1 menuju Pestan - Watu Kotak - Puncak Buntu ditempuh sekitar 4 jam dengan cuaca baik. Pukul 4 pagi, langit diatas Sumbing cerah sempurna. Kami dapat melihat bintang dan lampu - lampu rumah penduduk dari Camp 1 yang berketinggian sekitar 2700 mdpl. Delapan orang peserta pendakian segera mendaki dengan admin sebagai leader dan Bang Jack sebagai sweeper. Trek yang langsung menanjak tanpa bonus menyambut kami dengan tanah gembur dan udara yang bercampur kabut. 10 menit berjalan, kami memamsuki kawasan pestan yang merupakan sebuah area tanpa pohon yang cukup berangin. Tempat ini merupakan pertemuan antara jalur lama dan jalur baru. Hanya kami jumpai 1 tenda di tempat ini, tanpa lindungan pohon dan tanah yang kurang level (terimakasih untuk MAs Deni Semesta yang menyarankan kami nge-camp sebelum Pestan). Perjalanan kami teruskan masih melewati tanjakan terjal bertanah gembur dengan kemiringan yang cukup melelahkan.
Setelah satu jam berjalan, kami tiba di kawasan Watu Kotak. Tempat ini merupakan sebuah kawasan dengan beberapa batu besar yang salah satunya berbentuk kubus. Tidak memungkinkan untuk membangun lebih dari 1 dome di tempat ini mengingat jurang yang menganga di kanan kiri yang siap menyambut pendaki yang lengah. Setelah bercanda (pendakian ini penuh guyon) dengan beberapa pendaki yang sedang break di Watu Kotak, tim melanjutkan perjalanan menuju Puncak. Trek berganti menjadi punggungan bukit berbatu dengan jurang di kanan dan kiri yang tidak terlihat dasarnya.
Kami bertemu dengan persimpangan yang bila lurus, menuju ke jalan buntu yang dihalangi bukit cadas dan yang ke kiri agak memutar melewati bibir jurang untuk menuju ke belakang bukit batu. Trek ini cukup berbahaya karena berupa jalan setapak dengan lebar kurang dari setengah meter dengan sisi kanan lereng bukit dan sisi kiri jurang super dalam. Trek yang ekstrem mengharuskan kami naik bergantian dengan tetap menggunakan senter karena kabut yang turun mengurangi jarak pandang kami. Setelah memanjat sebuah tebing batu, kami break di sisi bukit batu sambil menunggu sunrise pada pukul 5.30 pagi.
Puas bertemu dengan sunrise, kami segera mendaki kembali melewati tanjakan - tanjakan terjal. Setelah 10 menit berjalan dari tempat memotret sunrise, kami bertemu dengan rekan2 dari Bandung yang ternyata ngecamp di sini. Tidak terbayang bagaimana cara mereka menggendong carrier melewati trek ekstrem dinding batu di malam hari.
Beberapa kali kabut memaksa kami berhenti karena jarak pandang hanya sekitar 3 meter. Terpaan angin yang sangat dingin dan kabut yang berubah menjadi sangat tebal memaksa kami berhenti di tepi trek tanjakan terakhir menjelang puncak untuk membuat api unggun. Beberapa rekan mulai tampak pucat karena kedinginan, akhirnya dengan bantuan kompor gas mini, kami bisa membuat api unggun oleh Pengendali Api (baca=Sondang Sambodo.red). Kami berusaha mengusir terpaan udara yang super dingin dengan ramuan khusus yang admin buat (tidak jelas, coklat+jahe wangi+susu kental manis) dan menggigit gula merah untuk ekstra kalori.
Pukul 9 pagi, langit tidak kunjung cerah yang memaksa kami berhenti sampai sekitar 1 jam lamanya. Akhirnya, pada pukul 10, tim yang berbarengan dengan rekan - rekan dari Bandung membulatkan tekad untuk menuju puncak Buntu.
Setelah menanjak ekstrem di trek berbatu, tim berhasil mencapai Puncak Buntu pada pukul 11 siang (Salut untuk semangat semua anggota, terutama Hasan Jimbe sebagai pemula yang berhasil mencapai puncak).
Dari Puncak Buntu, kami dapat melihat kawah yang berkedalaman sekiar 75 meter berukuran sekitar 20 lapangan bola dengan dasar sumber belerang yang mengepul dan air genangan yang nampak kekuningan bercampur sulfur. Pemandangan menakjubkan kami dapatkan disini, dimana Sindoro berdiri gagah di sisi utara dan awan putih yang tergelar bagai karpet di bawah kami. Dari tempat ini juga kasmi bisa mlihat perubahan cuaca yang terjadi nyaris tiap sepuluh menit di ketinggian beberapa ratus meter dibawah kami.
Ritual yang selalu kami lakukan, Ya, berfoto bersama dan mengucap syukur ke Sang PEncipta. Patah sudah anggapan bahwa kami tidak akan sampai puncak (piss untuk MAs Rizki Zulfikar dan Mas Ikhwanul Habibi). Kondisi puncak Buntu yang kotor memanggil tim untuk melakukan pembersihan sampah di puncak (kerja bagus, Kawan). Menikmati beberapa cangkir ramuan aneh buatan admin sambil berbagi biskuit dengan rekan - rekan dari Bandung (beribu terimakasih atas tambahan air yang diberikan pada kami, Tuhan yang Membalas kebaikan kalian, kawan). Sebuah harmoni persaudaraan baru yang semakin hangat di gigitan dingin 3.371 mdpl.
Cuaca yang masih bagus mengharuskan kami untuk segera turun tepat 15 menit menjelang tengah hari. Cuaca yang sangat cepat berubah membuat kami harus berjalan lebih cepat menuruni tebing curam yang berbatu lepas, sehingga, salah menginjak batu saja, rekan di depan bisa kejatuhan batu lepas dari atas (teringat kode teriakan yang harusnya 'ROCK!!' berubah menjadi 'ROLLING STONE!!'....). Tidak sampai satu jam kemudian kami sudah tiba di ujung turunan puncak Buntu dan segera menuruni kembali dinding batu besar tempat camping rekan2 Bandung (Univ Krist Maranatha). Sesampai di sebuah cerukan batu yang berbentuk seperti gua, kami dihadang kabut besar yang langsung berubah menjadi hujan deras. Kami tidak ingin mengambil resiko menuruni dinding batu curam di tengah hujan deras yang berkabut. Di tempat ini kami berhenti hampir 1 jam lamanya karena gelapnya kabut. Lagi - lagi Sang Pengendali Api membuat api unggun kecil yang lama sekali baru bisa dibuat dengan bantuan kompor gas portable. Panas dari api mulai menghangatkan tubuh kami walaupun harus rela juga terbatuk - batuk menghirup asap. kami bercanda untuk menghilangkan gigitan udara dingin yang mulai membuat tangan kami semakin pucat (Hayo, siapa yang dulu nyolong telur?). Lalu beberapa pendaki yang turun ikut bergabung bersama kami (Perhatikan sopan santun kita waktu mendaki kawan, jangan contoh yang baru datang kemarin ini).
Setelah hujan berhenti, kami memberanikan diri segera turun perlahan walaupun kabut masih mengurung tebal. Segera perut lapar kami mengundang untuk segera merapat di dome di camp 1 untuk menikmati hangatnya mi rebus, kopi, dan sarden. Pukul 4 sore kami tiba di camp 1 dan segera meng angin anginkan seluruh perlegkapan pendakian yang basah kuyup. Sembari admin memasak, rekan - rekan lain mulai packing dan membersihkan kawasan camp 1 (Kerja bagus!).
Pukul 6 sore, saat azan magrib sayup terdengar dari camp 1, kami berdoa bersama sebelum memulai perjalanan turun. Kabut mengurung kami sedangkan matahari sudah tidak bersinar.
Setelah menunggu untuk waktu yang cukup lama, akhirnya Saya dan kawan - kawan Mahagendra dan Break mendaki lagi. Sumbing menantang semangat kami untuk menapaki puncaknya. Pendakian yang sekaligus menjawab perasaan 'gondok' kami tentang kegagalan mencapai puncak akhirnya berhasil kami tempuh. Terimakasih untuk Fitria Nurul, Sondang Sambodo, Bang Jaka Ahmad (Jack Cobain), Kun Andyan Anindito, Muhammad 'Moe' Syarifudin, Hanif Amrullah (Anip), dan Ali Hasan 'Jimbe' atas pendakian yang seru dan penuh 'Yooo Man...'. Tidak lupa untuk mas Deni dari Semesta Adventure, Kadus Garung (BaseCamp Sumbing), dan Shinta (Shinta Shen) atas asupan gizinya.
Hari #1 - Senin, 28 Juni 2011
Setelah packing dan menyiapkan segala sesuatu, kami berkumpul di PKM FBS untuk pemberangkatan. Rencana berangkat jam 1 siang urung terlaksana karena hingga jam 3 sore, logistik belum semua terkumpul. Akhirnya dengan 4 motor, kami meninggalkan PKM pukul 6.00 petang menuju ke Base Camp Pendakian Sumbing di Dusun Garung, Wonosobo.
Setelah 3jam berkendara, kami tiba di basecamp pukul 9 malam. Udara sejuk langsung terasa. Basecamp yang, menurut kami, istimewa untuk disebut basecamp (luas, beralas terpal, kamar mandi bersih, parkir aman, listrik cukup) karena bertempat di kediaman Kadus Garung. Perut lapar mengundang kami mencari sesuatu untuk dimakan dan akhirnya kami menikmati sate ayam sembari briefing untuk persiapan pendakian esok. Istimewa, sate ayam dan sebotol besar Sprite untuk awal pendakian. Hari ini ditutup pukul 11 malam untuk beristirahat. dmin terlelap sementara 4 kawan lain masih asik bermain kartu.
Hari #2 - Selasa, 29 Juni 2011
Admin mengawali hari ini jam 4 pagi. setelah semalam tidur dengan gangguan suara Genset dan igauan yang sukses mengusik tidur sepanjang malam, rekan2 dibangukan untuk segera packing dan Solat Subuh. Perlu diketahui bahwa kami bertemu dengan rekan2 dari Bandung (Lupa nama univnya) yang sedang melakukan Rally Sindoro - Sumbing. Saat itu udara tidak terlalu dingin.
Pendakian akan dilaksanakan melewati jalur Lama;Basecam - Boswisen - Genus - Sedlupak Roto - Pestan - Watu Kotak - Puncak Buntu . Setelah stretching dan bersoa, kami memulai pendakian jam 7 pagi melewati jalan aspal rusak menuju ke ujung Dusun Garung. Jalan segera berganti menjadi Gravel yang mengantar kami menuju persimpangan Jalur Lama dan JAlur Baru. Kami mengambil arah lurus untuk menuju jalur lama.
Daerah pertama yang kami temui adalah ladang tembakau penduduk yang tumbuh subur dengan trek jalan tanah setapak. Setelah 1 jam berjalan, kami sampai di jalan makadam yang sedang dibangun menuju Boswisen. Trek terus menanjak dan terik matahari memaksa kami berhenti beberapa kali. Setelah sekitar 1,5 km menyusuri jalan makadam yang menanjak, kami sampai di kawasan Boswisen yang merupakan batas vegetasi ladang penduduk dengan kawasan hutan Gunung Sumbing. Kami beristirahat sekitar 10 menit di kawasan Boswisen. Waktu tempuh dari Basecamp ke Boswisen adalah 2,5jam dengan kecepatan pendakian supersantai. Kami tiba di Boswisen pukul 9.30 dan segera melanjutkan perjalanan. Trek selepas Boswisen berupa jalan setapak tanah menanjak. Tidak kami jumpai bonus selama trek ini. Vegetasi di sekitar trek berupa perdu, pohon cemara, dan vegetasi gunung lain yang tumbuh menutupi jurang di kanan dan kiri yang muncul bergantian.
Hujan sempat membuat kami kerepotan karena muncul tanpa diduga setelah kabut yang sangat tebal. Kami berhenti dipinggir trek sekitar 15 menit. Hujan ini membuat pakaian dan carrier basah sehingga agak menyulitkan perjalanan. Tanjakan yang curam dan tanpa bonus membuat kami harus bekerja ekstra untuk mencapai camp pertama, tempat kami akan bermalam sebelum summit attack. Lokasi terletak 15 menit jalan kaki sebelum Pestan. Kami tiba di camp pertama pukul 14.00 dengan cuaca mendung dan berkabut. camping pertama kami merupakan sebuah pelataran tidak terlalu luas dengan vegetasi rumput dan semak serta beberapa pohon Lamtoro. Kami memasang dua tenda dome kapasitas 6 dan 4 orang diatas rumput. Dengan dilapisi flysheet dan mantel kami berusaha membuat camp kami aman dari hujan.
Ternyata harapan kami meleset, air masuk menembus parasut dome dan bagian bawah dome yang ternyata bocor. Walhasil di dome yang berkapasitas 6 orang, kami harus berusaha keras untuk mengeluarkan air yang membentuk kolam pribadi di dalam dome.
Admin memasak mi instan dan sarden untuk seluruh rekan - rekan dan malam ini kami di dome besar (Admin, Bang Jack, Sondang, Dito) terganggu oleh gigitan udara dingin, matras yang basah, air yang membasahi sarung, dan sleeping bag dan jaket yang mustahil digunakan karena basah kuyup oleh air rembesan.
Hari kedua ditutup oleh briefing singkat untuk rencana summit attack yang akan diberangkatkan pukul 4 pagi. Admin masih terus terjaga sepanjang malam untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan.
Hari #3 - 30 Juni 2011
Hari ini kami mulai pukul 3.30 dengan mengepak barang di ransel tentara milik Sondang. Perjalanan dari Camp 1 menuju Pestan - Watu Kotak - Puncak Buntu ditempuh sekitar 4 jam dengan cuaca baik. Pukul 4 pagi, langit diatas Sumbing cerah sempurna. Kami dapat melihat bintang dan lampu - lampu rumah penduduk dari Camp 1 yang berketinggian sekitar 2700 mdpl. Delapan orang peserta pendakian segera mendaki dengan admin sebagai leader dan Bang Jack sebagai sweeper. Trek yang langsung menanjak tanpa bonus menyambut kami dengan tanah gembur dan udara yang bercampur kabut. 10 menit berjalan, kami memamsuki kawasan pestan yang merupakan sebuah area tanpa pohon yang cukup berangin. Tempat ini merupakan pertemuan antara jalur lama dan jalur baru. Hanya kami jumpai 1 tenda di tempat ini, tanpa lindungan pohon dan tanah yang kurang level (terimakasih untuk MAs Deni Semesta yang menyarankan kami nge-camp sebelum Pestan). Perjalanan kami teruskan masih melewati tanjakan terjal bertanah gembur dengan kemiringan yang cukup melelahkan.
Setelah satu jam berjalan, kami tiba di kawasan Watu Kotak. Tempat ini merupakan sebuah kawasan dengan beberapa batu besar yang salah satunya berbentuk kubus. Tidak memungkinkan untuk membangun lebih dari 1 dome di tempat ini mengingat jurang yang menganga di kanan kiri yang siap menyambut pendaki yang lengah. Setelah bercanda (pendakian ini penuh guyon) dengan beberapa pendaki yang sedang break di Watu Kotak, tim melanjutkan perjalanan menuju Puncak. Trek berganti menjadi punggungan bukit berbatu dengan jurang di kanan dan kiri yang tidak terlihat dasarnya.
Kami bertemu dengan persimpangan yang bila lurus, menuju ke jalan buntu yang dihalangi bukit cadas dan yang ke kiri agak memutar melewati bibir jurang untuk menuju ke belakang bukit batu. Trek ini cukup berbahaya karena berupa jalan setapak dengan lebar kurang dari setengah meter dengan sisi kanan lereng bukit dan sisi kiri jurang super dalam. Trek yang ekstrem mengharuskan kami naik bergantian dengan tetap menggunakan senter karena kabut yang turun mengurangi jarak pandang kami. Setelah memanjat sebuah tebing batu, kami break di sisi bukit batu sambil menunggu sunrise pada pukul 5.30 pagi.
Puas bertemu dengan sunrise, kami segera mendaki kembali melewati tanjakan - tanjakan terjal. Setelah 10 menit berjalan dari tempat memotret sunrise, kami bertemu dengan rekan2 dari Bandung yang ternyata ngecamp di sini. Tidak terbayang bagaimana cara mereka menggendong carrier melewati trek ekstrem dinding batu di malam hari.
Beberapa kali kabut memaksa kami berhenti karena jarak pandang hanya sekitar 3 meter. Terpaan angin yang sangat dingin dan kabut yang berubah menjadi sangat tebal memaksa kami berhenti di tepi trek tanjakan terakhir menjelang puncak untuk membuat api unggun. Beberapa rekan mulai tampak pucat karena kedinginan, akhirnya dengan bantuan kompor gas mini, kami bisa membuat api unggun oleh Pengendali Api (baca=Sondang Sambodo.red). Kami berusaha mengusir terpaan udara yang super dingin dengan ramuan khusus yang admin buat (tidak jelas, coklat+jahe wangi+susu kental manis) dan menggigit gula merah untuk ekstra kalori.
Pukul 9 pagi, langit tidak kunjung cerah yang memaksa kami berhenti sampai sekitar 1 jam lamanya. Akhirnya, pada pukul 10, tim yang berbarengan dengan rekan - rekan dari Bandung membulatkan tekad untuk menuju puncak Buntu.
Setelah menanjak ekstrem di trek berbatu, tim berhasil mencapai Puncak Buntu pada pukul 11 siang (Salut untuk semangat semua anggota, terutama Hasan Jimbe sebagai pemula yang berhasil mencapai puncak).
Dari Puncak Buntu, kami dapat melihat kawah yang berkedalaman sekiar 75 meter berukuran sekitar 20 lapangan bola dengan dasar sumber belerang yang mengepul dan air genangan yang nampak kekuningan bercampur sulfur. Pemandangan menakjubkan kami dapatkan disini, dimana Sindoro berdiri gagah di sisi utara dan awan putih yang tergelar bagai karpet di bawah kami. Dari tempat ini juga kasmi bisa mlihat perubahan cuaca yang terjadi nyaris tiap sepuluh menit di ketinggian beberapa ratus meter dibawah kami.
Ritual yang selalu kami lakukan, Ya, berfoto bersama dan mengucap syukur ke Sang PEncipta. Patah sudah anggapan bahwa kami tidak akan sampai puncak (piss untuk MAs Rizki Zulfikar dan Mas Ikhwanul Habibi). Kondisi puncak Buntu yang kotor memanggil tim untuk melakukan pembersihan sampah di puncak (kerja bagus, Kawan). Menikmati beberapa cangkir ramuan aneh buatan admin sambil berbagi biskuit dengan rekan - rekan dari Bandung (beribu terimakasih atas tambahan air yang diberikan pada kami, Tuhan yang Membalas kebaikan kalian, kawan). Sebuah harmoni persaudaraan baru yang semakin hangat di gigitan dingin 3.371 mdpl.
Cuaca yang masih bagus mengharuskan kami untuk segera turun tepat 15 menit menjelang tengah hari. Cuaca yang sangat cepat berubah membuat kami harus berjalan lebih cepat menuruni tebing curam yang berbatu lepas, sehingga, salah menginjak batu saja, rekan di depan bisa kejatuhan batu lepas dari atas (teringat kode teriakan yang harusnya 'ROCK!!' berubah menjadi 'ROLLING STONE!!'....). Tidak sampai satu jam kemudian kami sudah tiba di ujung turunan puncak Buntu dan segera menuruni kembali dinding batu besar tempat camping rekan2 Bandung (Univ Krist Maranatha). Sesampai di sebuah cerukan batu yang berbentuk seperti gua, kami dihadang kabut besar yang langsung berubah menjadi hujan deras. Kami tidak ingin mengambil resiko menuruni dinding batu curam di tengah hujan deras yang berkabut. Di tempat ini kami berhenti hampir 1 jam lamanya karena gelapnya kabut. Lagi - lagi Sang Pengendali Api membuat api unggun kecil yang lama sekali baru bisa dibuat dengan bantuan kompor gas portable. Panas dari api mulai menghangatkan tubuh kami walaupun harus rela juga terbatuk - batuk menghirup asap. kami bercanda untuk menghilangkan gigitan udara dingin yang mulai membuat tangan kami semakin pucat (Hayo, siapa yang dulu nyolong telur?). Lalu beberapa pendaki yang turun ikut bergabung bersama kami (Perhatikan sopan santun kita waktu mendaki kawan, jangan contoh yang baru datang kemarin ini).
Setelah hujan berhenti, kami memberanikan diri segera turun perlahan walaupun kabut masih mengurung tebal. Segera perut lapar kami mengundang untuk segera merapat di dome di camp 1 untuk menikmati hangatnya mi rebus, kopi, dan sarden. Pukul 4 sore kami tiba di camp 1 dan segera meng angin anginkan seluruh perlegkapan pendakian yang basah kuyup. Sembari admin memasak, rekan - rekan lain mulai packing dan membersihkan kawasan camp 1 (Kerja bagus!).
Pukul 6 sore, saat azan magrib sayup terdengar dari camp 1, kami berdoa bersama sebelum memulai perjalanan turun. Kabut mengurung kami sedangkan matahari sudah tidak bersinar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar